Budaya Integritas dan Keberlangsungan Suatu Organisasi

Jakarta – Suatu organisasi dalam berbagai level tingkatan tentu dituntut untuk dapat terus tumbuh dan kuat dalam menghadapi berbagai tantangan. Akhir-akhir ini, tantangan yang menguji keberlangsungan hidup suatu organisasi tersebut semakin nyata adanya.

Sebut saja tren globalisasi yang menciptakan ruang kompetisi yang ketat diantara para pelaku ekonomi, lalu fenomena betapa cepatnya perkembangan digitalisasi yang menyebabkan terjadinya disruptif teknologi, hingga kondisi pandemi yang berlarut-larut sehingga membuat segala sesuatu menjadi serba tidak pasti.

Maka apa yang menjadi kunci suatu organisasi dapat tumbuh kuat?, dalam berbagai teori yang dikemukakan oleh banyak pakar, ada beberapa faktor yang membuat sebuah organisasi dapat tumbuh kuat dan memiliki daya saing serta daya tahan dalam menghadapi berbagai tantangan. Salah satu faktor tersebut adalah kepemimpinan yang memiliki integritas.

Banyak ahli ilmu organisasi dan juga para praktisi sekarang ini percaya bahwa kepemimpinan tanpa integritas sungguh membawa organisasi dalam bahaya serius (Morgan, 1993). Seperti diketahui bahwa keputusan seorang pimpinan akan memberi pengaruh besar pada keberlangsungan organisasi.

Jika seorang pemimpin memiliki cara berpikir dan bertindak yang bijaksana, hal itu akan membawa pengaruh terhadap seluruh bagian dalam organisasi. Demikian juga sebaliknya, ketika seorang pemimpinan membuat suatu keputusan atau melakukan suatu tindakan buruk yang bertentangan dengan nilai moral, maka dampak negatifnya pun akan sangat besar bagi organisasi.

Hal tersebut disebabkan, karena seorang pemimpin selalu menjadi pusat perhatian, pedoman, dan acuan bagi semua anggota dalam organisasi. Hal-hal yang diputuskan atau dilakukannya selalu menjadi referensi bagi para anggota dalam bertindak (role model).

Ketika seorang pemimpin membuat suatu kebijakan, berarti dia hendak menggiring organisasi secara keseluruhan untuk melakukan kegiatan guna mencapai tujuan kolektif. Ketika kebijakan yang diambil ternyata keliru, seperti mengabaikan aspek-aspek etis, maka seluruh karyawan atau bawahan ikut terbawa untuk mewujudkan keburukan yang terkandung dalam kebijakan itu.

Banyak sekali cerita di negeri Indonesia ini terkait pemimpin yang keliru dalam bertindak karena rendahnya integritas yang mereka miliki, sehingga tindakan yang diambil secara terang-terangan maupun samar-samar menyebabkan kerugian besar terhadap organisasi serta stakeholder, baik itu secara moril maupun materil.

Sebagai contoh, kasus korupsi dana bantuan sosial (Bansos) yang dilakukan oleh mantan Menteri Juliari Batubara beserta beberapa oknum di jajaran Kementrian Sosial (Kemensos) yang ditaksir mengakibatkan kerugian negara menacapai triliunan rupiah (Jawapos, 21/3/21). Aksi tidak terpuji ini tentu membuat negara semakin sulit membantu rakyat keluar dari jurang krisis ekonomi maupun kesehatan akibat pandemi COVID-19.

Adalagi kasus penyuapan yang melibatkan para penegak hukum negara yaitu kasus suap Jaksa Pinangki yang mencoba memulangkan buronan negara Djoko Tjandra secara diam-diam ke Indonesia. Kasus yang turut menjerat Perwira Tinggi di Institusi Polri ini tentu semakin memudarkan rasa percaya masyarakat terhadap sistem penegakan hukum di Indonesia.

Berbagai kisah buruk diatas tentu tidak akan terjadi jika seorang pemimpin memiliki integritas. Karena seorang pemimpin yang memiliki integritas tidak akan mengeyampingkan nilai moral dan etis demi kepentingan individu maupun kelompok yang melenceng jauh dari tujuan utama yang ingin dicapai organiasi. Karena seorang pemimpin yang berintegritas memiliki karakter yang jujur, berani, memiliki daya juang, membangun hubungan baik, pandai mengorganisasikan diri sendiri, teratur, dan terencana (Lee, 2006)

Dalam konteks dunia kerja, wujud kepemilikan integritas diri itu muncul dalam bentuk kinerja atau hasil kerja yang baik. Dan untuk bisa memiliki kinerja baik maka diperlukan kompetensi. Integritas berperan mengarahkan kompetensi untuk menghasilkan kinerja baik dan berkualitas. Namun saat ini, umumnya banyak orang yang tidak memahami hubungan atau korelasi antara integritas dengan kinerja. Padahal sesungguhnya kedua hal itu memiliki kaitan yang erat.

Kompetensi baik yang dimiliki seseorang tidak otomatis atau menjadi jaminan bahwa orang itu akan menghasilkan kinerja baik. Hanya ketika orang itu memiliki integritas maka kompetensi yang dimilikinya membuahkan kinerja baik. Oleh karena itu, seorang pemimpin, harus memiliki integritas (lead by integrity).

Hanya dengan itu semua kemampuan memimpin yang dimilikinya dapat terarah untuk menghasilkan kinerja kepemimpinan etis maupun kepemimpinan yang berintegritas. Sehingga dibawah kepemimpinannya suatu organisasi dapat tumbuh kuat dalam menghadapi berbagai tantangan.

Share on whatsapp
WhatsApp
Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on linkedin
LinkedIn

9 Responses

  1. Setuju dengan penulis. Terima kasih pencerahannya kang Heri. Mantapp👍👍

  2. Setuju, bahwa integritas merupakan modal yg pundamental buat khususnya bagi pemimpin pemimpin yg mengemban tugas dan tanggungjawa publik.

  3. Luar biasa Kang Heri,
    Terimakasih atas tulisannya.
    Integritas memang semakin mahal dan langka di negara ini. Semoga tulisan ini bisa menginspirasi kita semua menuju masyarakat yg jujur dan amanah.

Leave a Reply