Menyongsong 2045 Perlu Kepemimpinan Yang Berkelanjutan (Bagian Kedua)

Sebuah Diskursus Memperkuat Budaya Anti Kecurangan

Bagian Kedua :
Perlu Kepemimpinan Yang Berkelanjutan

Visi IAFC

Visi IAFC adalah masyarakat Indonesia yang bersih dari segala bentuk kecurangan. Mengapa? Karena IAFC menyadari bahwa tantangan besar bangsa ini terletak pada membangun budaya anti kecurangan (fraud) di segala bidang, sebagai hal yang fundamental bagi terwujudnya mimpi Indonesia, terlebih  menyongsong ulang tahun emas ke seratus di tahun 2045, tepatnya 24 tahun sejak sekarang. Untuk menuju masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila, bangsa ini dihadapkan pada tantangan-tantangan, terkait dengan keadilan di bidang hukum, ekonomi, politik dan demokrasi yang erat kaitannya dengan implementasi budaya anti kecurangan di segala bidang. 

Pencapaian visi Indonesia masa depan, memerlukan kepemimpinan yang berkelanjutan, yaitu sebuah harmoni estafet kepemimpinan yang mampu berpegang pada nilai-nilai kebenaran dan kesucian dari keluhuran perjuangan para pendiri bangsa, yang akan mampu membawa bangsa Indonesia dari waktu ke waktu mengatasi tantangan-tantangan sebagai sebuah bangsa dan negara, untuk bisa maju dan eksis di dalam tatanan global.  

China Dream dan American Dream

Bapak Sudrajat menyampaikan dalam diskusi, tentang kemajuan yang sangat pesat dari perekonomian China yang mampu menyalip negara-negara maju seperti Jepang, Eropa dan bahkan Amerika dalam beberapa hal, dan bagaimana China memiliki China Dream yang mulai didengungkan oleh Xi Jinping tepatnya pada November 2012, saat yang bersangkutan ditunjuk sebagai Pemimpin tertinggi Partai Komunis China (PKC). Mengutip dari BBC, yang dikatakan Xi Jinping saat itu menekankan mimpi China kepada “great rejuvenation of the Chinese nation” (“We must make persistent efforts, press ahead with indomitable will, continue to push forward the great cause of socialism with Chinese characteristics, and strive to achieve the Chinese dream of great rejuvenation of the Chinese nation.”).

Pada jaman Deng Xiaoping memimpin China mulai tahun 1976, kemiskinan di China berkisar 500 juta orang, akibat peninggalan era Mao Zedong yang memimpin China sejak tahun 1958, dengan strategi yang tidak tepat. Mao Zedong bermimpi mengubah China menjadi negara industri sekuat Amerika Serikat dan Inggrismelalui proyek ambisiusnya yang disebut dengan program ‘Lompatan Jauh ke Depan’. Dia yakin kekuatan rakyat akan bisa melakukan apa saja. Pemerintah komunis merampas tanah milik perorangan dan mengubahnya menjadi milik negara. Mao mengerahkan jutaan orang untuk bertani dan bekerja di pabrik baja. Tapi strategi peningkatan pangan ala Mao gagal. Bibit gandum yang ditanam terlalu dekat malah tidak bisa tumbuh, di samping ada bencana besar melanda China berupa kekeringan dan banjir besar. Tahun 1958 hingga 1962 tak kurang dari 43 juta orang meninggal karena bencana kelaparan. 

Pandangan ekonomi Mao ini ditentang Deng Xiaoping, salah satu petinggi Partai Komunis China. Menurut Deng, sosialisme bukanlah kemiskinan. Deng diangkat menjadi wakil perdana menteri tahun 1975, diminta mengurusi pemulihan ekonomi pasca kegagalan program pembangunan Mao Zedong. Deng memutuskan bahwa China membutuhkan bantuan asing untuk membangun negeri. Mao dan pendukung setianya marah sehingga Deng hampir dihukum mati karena dinilai sebagai pendukung negara barat. Namun, akibat kematian Mao pada 1976, Deng selamat, dan menjadi titik balik karir Deng Xiaoping. Dia menjadi orang nomor satu di China menggantikan Mao Zedong. Pada 1978, Deng menggagas reformasi China bernama Gaige Kaifang (reformasi dan keterbukaan) dengan sistem pasar-sosialis. Empat pilar modernisasinya ialah pertanian, industri, teknologi, dan pertahanan. Deng mengganti slogan sama rata sama rasa, dengan mengatakan bahwa seseorang harus dihargai berdasarkan kemampuan dan kerja kerasnya. Hal ini juga bisa memotivasi rakyat. Bukanlah dosa jika seseorang menjadi kaya.

Reformasi ekonomi China dimulai dengan sektor pertanian. Pemerintah mengembalikan kepemilikan tanah pada rakyat. Seiring berjalannya waktu, investasi asing langsung di China turut menumbuhkan pusat-pusat industri. Deng menyebutnya sebagai sosialisme ala China.

China, pada 1980 menggagas pembentukan Zona Ekonomi Khusus di Provinsi Guangdong yang terdiri dari Shenzhen, Zhuhai, dan Shantou serta di Fujian. Konsep kota ini memberikan perlakuan khusus sektor industri seperti keringanan pajak dan berbagai infrastruktur seperti jalan raya, listrik, dan pelabuhan. Deng juga mengirimkan anak-anak muda China belajar ke luar negeri di segala bidang. Dia berharap merekalah kelak yang akan membangun China, yang akan membawa keajaiban untuk mewujudkan mimpi negara China.

Langkah Deng terbukti tidak salah. Perekonomian China terus tumbuh. Pada 1990, Deng Xiaoping pun harus mengundurkan diri dari pemerintahan karena usia tua dan masalah kesehatan yang kerap mengganggunya. Presiden China saat itu, Jiang Zemin, pun meneruskan semangat perubahan Deng. Ideologi ekonomi terbuka terus dilanjutkan dan sukses menjadikan China salah satu kekuatan besar ekonomi dunia. Demikian juga, sampai dengan kepemimpinan Xi Jinping saat ini, telah berlangsung kepemimpinan yang berkelanjutan di China. China Dream yang digelorakan oleh Xi Jinping di tahun 2012, terbagi dalam dua mimpi besarnya. Yang pertama, yaitu mimpi China pada ulang tahun ke 100 usia PKC yang jatuh pada tahun 2021 ini, para pemimpinnya berharap sudah tidak ada lagi kemiskinan di China. Kemudian, yang kedua yaitu nanti pada usia 100 tahun kemerdekaan China pada tahun 2049, mimpinya adalah dominasi “Made in China” baik di pasar China maupun global, di mana produk-produk China akan membanjiri pasar dunia, dan dunia akan tergantung dengan produk-produk buatan China. Pada masa pemerintahan Xi Jinping sekarang di tahun 2021, sudah bisa dibilang angka kemiskinan sudah sangat jauh berkurang, mendekati angka nol. Ini adalah suatu pengakuan atau kepercayaan bahwa hasil karya bangsa dengan satu karakter yang dibangun oleh para pimpinan di China bahwa mereka ada untuk melayani rakyat “to serve the people”.

Saat inipun, sudah bisa dirasakan produk-produk China menyebar di pasar dunia, termasuk di Indonesia, dan nanti pada 2049, mereka berharap kualitasnya akan menyamai atau bahkan mengungguli produk-produk negara lain, sehingga produk China akan digandrungi oleh penduduk dunia. Itulah mimpi China di 2049. Kita tahu bahwa di tahun 1960-an, semua orang mencari produk-produk buatan Amerika seperti ford, Chevrolet, Cadillac dll. Kemudian pada era 1970-80 an orang-orang sudah mulai mencari produk-produk Jepang seperti Toyota, Honda, Mitsubisi, Suzuki dll. Kemudian menyusul pada dekade terakhir ini produk-produk Korea Selatan mulai digandrungi pasar dunia. Pada tahun 2049, China berharap orang-orang di dunia akan menggandrungi produk-produk made in China, antara lain China ingin memproduksi electric car terbesar di dunia, sehingga merekapun melakukan investasi besar-besaran termasuk di Indonesia untuk membangun pabrik baterai dari bahan tambang nikel Indonesia.

Kesinambungan kepemimpinan di China juga tercermin dari konsistensi rencana pembangunan di mana saat ini China sudah memasuki repelita yang ke 14, sejak repelita pertama pada tahun 1953, yaitu sejak jaman Mao Zedong sampai dengan sekarang Xi Jinping, dan akan ditarik garis lurusnya sampai kepada mimpi masa depannya yaitu pada 2045 nanti, China bisa menghidupkan kembali kejayaan peradaban China sejak ribuan tahun yang lalu, melalui perwujudan mimpinya “made in china”.

China Dream, tidak sama dengan Amerika yang lebih dulu dikenal adanya slogan American Dream. Amerika sebagai sebuah negara super power pemenang perang dunia kedua (dan juga perang dingin dengan Uni Soviet dan sekutunya), menjadi trendsetter warga dunia  untuk ber-fantasy sebagaimana orang Amerika baik dari segi gaya/fashion,  makanan (American food), nilai-nilai kekeluargaan (family values),  pertanian, dan sifat-sifat pekerja keras yang sangat menghargai setiap opportunity yang tersedia bagi setiap orang yang ingin hidup sukses di Amerika.

Indonesian Dream

Bagaimana dengan Indonesia, apakah memiliki mimpi seperti China Dream atau American Dream? Terutama untuk menyongsong 100 tahun kemerdekaan Indonesia di tahun 2045 nanti, apa yang hendak kita capai. Pada jaman pemerintahan Presiden SBY, hasil penelitian dari beberapa Lembaga internasional termasuk Bank Dunia mengatakan bahwa pada tahun 2050, GDP Indonesia  akan berada pada posisi ke empat dunia, setelah China, India, dan Amerika Serikat, kemudian disusul Brazil, Jepang, Rusia, Meksiko dan seterusnya. Sehingga, Indonesia berpotensi untuk menjadi kekuatan ekonomi terbesar ke-empat dunia dalam konteks GDP. Presiden Jokowi pada awal-awal pemerintahannya juga pernah mencanangkan Indonesia 2045, melalui Bapenas dengan menguatkan berbagai sektor, yaitu pembangunan manusia yang menguasasi iptek, pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, pemerataan pembangunan, dan ketahanan nasional (national resilience).  

Pada September 2012, McKinsey Global Institute (MGI) pernah memprediksi peningkatan perekonomian Indonesia, dari peringkat ke-17 pada 2012 menjadi peringkat ke-7 pada 2030. Kita perlu memperhatikan dengan seksama berbagai asumsi yang dipergunakan dalam melakukan proyeksi tersebut. Dalam laporan MGI secara eksplisit dijelaskan, ada dua syarat besar guna merealisasikan potensi perekonomian Indonesia. Pertama, meningkatkan produktivitas perekonomian, yang salah satunya ditandai dengan peningkatan produktivitas tenaga kerja yang bertambah sekitar 60 persen pada periode 2010 hingga 2030 nanti. Kedua, mampu memperbaiki kesenjangan perekonomian agar pencapaian pembangunan tak porak-poranda akibat kekacauan politik dan sosial. Hanya dengan dua cara tersebut, potensi menjadi salah satu kekuatan ekonomi terbesar dunia bisa terealisasi. Hal inipun juga diproyeksikan oleh PwC kemudian, yang mengandaikan selama 30 tahun ke depan perekonomian Indonesia bisa tumbuh di atas 7 persen. Proyeksi tersebut menunjukkan betapa potensi perekonomian kita memang menjanjikan dan yang diperlukan adalah sebuah peta jalan untuk merealisasikannya, betapapun jalannya begitu terjal dan berliku.

Menarik garis waktu ke belakang, pembangunan sudah dimulai sejak orde lama yang lebih disibukkan dengan masalah fundamental kesatuan dan persatuan semua elemen bangsa, kemudian era orde baru dengan trilogi pembangunannya yang lebih menekankan pada stabilisasi keamanan, serta orde reformasi yang menekankan kepada demokrasi yang berkelanjutan untuk kemajuan Indonesia di segala bidang.  

Kita juga bisa melihat kembali bagaimana 4 macan asia, yaitu Hong Kong, Taiwan, Korea Selatan dan Singapura, menjadi simbol dari kemajuan negara yang berhasil mengangkat status dari negara berkembang menjadi negara maju, atau dari low income menjadi middle income country dan kemudian menjadi high income country. Keempat negara ini dalam sejarahnya setelah kemerdekaan, memilliki kontinuitas kepemimpinan yang mampu membawa negaranya membangun pertanian, perindustrian, perdagangan, dan inovasi yang berhasil memberikan nilai tambah bagi bangsanya sehingga mampu bertransformasi menjadi negara maju.

Sebelumnya, di awali dengan Jepang sebagai sebuah contoh awal, yaitu sebagai negara yang kalah perang, mereka berhasil mengatur strategi pembangunan yang berkelanjutan dari kepemimpinan Yoshida, dengan doktrin-nya “money for industry” bahwa karena perang dunia sudah selesai, maka anggaran militer sudah tidak diperlukan lagi dengan adanya jaminan keamanan dari AS, sehingga sumber daya difokuskan pada pembangunan industri, dan Jepang sukses menghasilkan produk-produk inovatif yang walaupun diawali dengan meniru penemuan-penemuan barat, namun mampu dikembangkan sebagai inovasi-inovasi baru yang mampu mengangkat perekonomian Jepang sebagai sebuah negara maju. Antara tahun 1953 dan 1965, PDB Jepang meningkat lebih dari 9% per tahun, manufaktur dan pertambangan sebesar 13%, konstruksi sebesar 11%, dan infrastruktur sebesar 12%. Pada tahun 1965 sektor-sektor ini mempekerjakan lebih dari 41% angkatan kerja, sedangkan hanya 26% yang tersisa di sektor pertanian. Pada masa Perdana Menteri Ikeda, yang bersangkutan berambisi untuk masa kepemimpinannya ke depan sejak 1960, menargetkan income Jepang naik menjadi dua kali lipat dan berhasil.

China, yang memulai pembangunan masif sejak 1980 an, baru berhasil menaikan menjadi double income pada tahun 2000 an. Negara-negara yang telah menjadi negara maju memiliki ciri kas menjadikan basis industrinya untuk pasar dalam negeri dan juga luar negerinya, untuk melakukan percepatan pertumbuhan ekonominya.

Melihat perjalanan Indonesia, kita memiliki kekuatan awal. Seperti halnya China yang menggelorakan semangat “rejuvenation” membangun kembali peradaban China yang pernah berjaya ribuan tahun lalu, setelah mereka kemudian dijajah eropa selama sekitar 100 tahun, dan kini mereka bangkit untuk menbangun kejayaan China kembali melalui penguasaan teknologi. Demikian pula sebelumnya dengan Jepang, mereka bangkit memulai dengan penguasaan teknologi, dengan belajar kepada negara-negara barat dan meng-copy-nya sehingga bisa menciptakan inovasi-inovasi sendiri. Indonesia, sesuai dengan perencanaan Bapenas, harus betul-betul menekuni penguasaan teknologi di segala bidang.

Bagaimana Indonesia menuju 2045? Bapak Sudrajat menyimpulkan dari hasil diskusi dengan menyampaikan perlunya 9 strategi menuju mimpi Indonesia di tahun 2045, yaitu:

  1. Terselenggaranya praktek demokrasi yang berkelanjutan;
  2. Keamanan nasional yang kondusif, termasuk di dalamnya terpeliharanya ketertiban dunia, terutama di  LCS agar tidak terjadi peperangan besar;
  3. global/supply chain  berjalan dengan lancar;
  4. pembangunan infrastruktur, yang memiliki tujuannya;
  5. pembangunan SDM atau human capital;
  6. pembangunan ekonomi berkelanjutan yang tumbuh rata-rata di atas 5 – 7%/tahun, semakin tinggi semakin bagus;
  7. pemerataan pendapatan, sehingga tidak terjadi gap terlalu besar antara kaya dan miskin;
  8. penguasaan IT, yaitu bangsa Indonesia tidak hanya sebagai pengguna digital, tapi harus bermindset digital dengan memproduksi teknologi beserta inovasi-inovasi digitalnya;
  9. ketahanan terhadap bencana, baik karena bencana alam termasuk pandemik, ataupun karena ulah manusia.


Terkait butir pertama, yaitu demokrasi yang berkelanjutan, ini syarat penting karena berhubungan dengan sustainable leadership, di mana pada jaman Sukarno dikenal dengan demokrasi terpimpinnya, dan pada jaman Soeharto dikenal dengan istilah ‘stabilisasi’, yang dimaksudkan adalah perlu adanya konsistensi di dalam arah dan pelaksanaan pembangunan, meskipun di dalam prakteknya terjadi penyimpangan-penyimpangan yang seharusnya menjadi lesson learned bangsa ini ke depan terkait dengan efektifitasnya sistem demokrasi yang kita anut.

Sukarno telah berhasil memimpin Indonesia selama 20 tahun di dalam mempersatukan kita berdasarkan nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila dan UUD 1945. Soeharto, telah memimpin Indonesia selama 32 tahun, dengan membangun pola-pola pembangunan nasional untuk meningkatkan pendapatan perkapita rakyat Indonesia. Kita tidak perlu lagi menghabiskan energi dengan mempertentangkan antara orde lama dan orde baru, karena mereka semua adalah bagian dari sejarah perjalanan bangsa ini. Setelah era reformasi 1998, tantangan bangsa ini semakin berat yang diemban oleh para pemimpinnya. Jangan sampai muncul konflik-konflik horizontal di dalam negeri yang bisa menyebabkan kerusuhan, bahkan perang saudara, karena akan menghancurkan pencapaian para pendiri bangsa, para pemimpin dan rakyat Indonesia selama ini. Ke depan kita perlu pemimpin-pemimpin yg visioner, bekerja untuk melayani shareholder dan stakeholder bangsa ini. Berani dan percaya diri, mampu bergaul secara internasional, open minded terhadap masukan/kritikan, serve the people, serve the planet dan make benefit for the shake of our beloved country. Terkait dengan isu lingkungan, bangsa kita harus menyadari bahwa climate change adalah isu mendasar bagi keberlangsungan eksistensi planet tempat kita tinggal bersama dengan penduduk dari belahan bumi lainnya. Sehingga, keberlangsungan demokrasi itu sendiri harus diletakkan juga dalam kerangka keberlangsungan umat manusia di dalam satu planet yang sama. Teknologi juga harus bisa digunakan untuk kemanusiaan dan keberlangsungan planet ini.

Terkait dengan wacana atau ide memunculkan kembali GBHN adalah ide bagus, jika GBHN (dhi namanya akan menjadi PPHN/Pokok Pokok Haluan Negara) benar-benar dapat dirumuskan secara tepat arah dengan pokok-pokok pembangunan di segala bidang, yang mampu mewujudkan mimpi Indonesia menuju masyarakat yang adil dan makmur. PPHN ini harus didahului dengan naskah akademis, agar kita tidak lagi terjebak hanya menciptakan nomenklatur-nomenklatur baru, namun tidak terukur dampaknya pada kemajuan yang terencana dan bagaimana langkah kerja, monitoring dan evaluasinya secara efektif.

Berkenaan dengan isu-isu kecurangan ataupun korupsi yang masih banyak terjadi di Indonesia, tentunya ini akan menjadi batu sandungan keberhasilan pembangunan nasional untuk menjadi Indonesia maju di 2045, apalagi kalau korupsi di level tinggi menjadi sulit tersentuh, maka dampaknya akan sangat merugikan pembangunan. Bahkan, korupsi yang tinggi jika mencapai 40% anggaran negara,  maka dapat dipastikan negara tersebut akan hancur. Contohnya adalah Afghanistan yang pernah menjadi bahasan IAFC dalam diskusi sebelumnya, bahwa pemerintahan demokrasi Asraf Ghani hancur bukan oleh senjata Taliban, melainkan karena korupsi sudah sangat membudaya di birokrasi dan dunia usaha di Afghanistan, dan sudah merusak demokrasi itu sendiri.

Di Indonesia, tentu perlu dibuatkan sistem pencegahan dan transparansi mulai dari perencanaan, penggunaan anggaran negara dan dampaknya kepada layanan publik, sehingga kue pembangunan yang makin besar tidak digerogoti oleh tikus-tikus berdasi. Salah satunya adalah dengan mindset digital, cash basis harus dikurangi, big data, surveillance dilakukan di setiap titik rawan, sehingga diperlukan upaya untuk memperkuat KPK, jika perlu KPK nya sudah dibuat digital pada semua aktivitas layanan publik, end to end prosesnya yang menjadikan semuanya serba transparan dan siapapun dapat melakukan pengawasan terhadap jalannya layanan publik termasuk penggunaan anggarannya.

Share on whatsapp
WhatsApp
Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on linkedin
LinkedIn

Leave a Reply