Menyongsong 2045 Perlu Kepemimpinan Yang Berkelanjutan (Bagian Kelima)

Sebuah Diskursus Memperkuat Budaya Anti Kecurangan

Bagian Kelima :
Tantangan Indonesia Saat ini

Mendefinisikan Mimpi Indonesia

Tantangan kepemimpinan saat ini adalah untuk mendefinisikan mimpi Indonesia, kedalam program kerja lima tahunannya yang berkesinambungan di dalam menuju visi ideal yang diamanahkan para pendiri bangsa di pembukaan UUD 1945. Apa yang terjadi di masa lalu cukup menjadi back mind kita, dan yang perlu fokus adalah bagaimana menetapkan cara-cara atau institusi-institusi yang dapat bekerja secara ideal dan terpercaya untuk mencapai mimpi Indonesia maju di tahun 2045. Apa yang bisa dipersembahkan oleh kepemimpinan saat ini untuk anak-anak kita saat mereka memegang kendali negara ini di tahun 2045, tepat seratus tahun kemerdekaan kita.

Cara-cara yang ideal dan terpercaya semestinya didasarkan atas nilai kebenaran tertinggi, berdasarkan ilmu pengetahuan dan merefleksikan keberagaman dan kolektifitas kesatuan bangsa yang besar ini, serta adanya relasi inter-generational seperti apa yang bisa dimobilisasi untuk merumuskan cara-cara yang terpercaya yang akan berhasil menuju Indonesia maju di 2045.

Untuk menentukan sebuah kebenaran, mengutip Imam al-Ghazali yang mengatakan,“Jangan kenali kebenaran berdasarkan individu-individu. Kenalilah kebenaran itu sendiri, otomatis kau akan kenal siapa di pihak yang benar.” Dalam tataran kepemimpinan politik di Indonesia, mestinya dapat mengacu pada nilai kebenaran tertinggi, tidak mementingkan golongan maupun partainya, melainkan kepentingan rakyat Indonesia yang paling utama. Hal ini akan membentuk identitas kepemimpinan dari ada tidaknya sikap dan perilaku pemimpin yang disandarkan pada ego dan identitas tertentu,  karena adanya distorsi kognitif dalam diri seorang pemimpin. Jika berangkat dari praduga di atas, patut dicurigai bahwa terdapat batasan nilai kebenaran yang disandarkan hanya pada kepentingan ego dan identitas kelompok tertentu. Identitas tersebut terbentuk oleh polarisasi politik dengan sadar ataupun tidak. Dengan demikian, produksi nilai kebenaran hanya didasarkan pada hal yang dapat memuaskan ego pribadi maupun kelompoknya.

Distorsi semacam ini bisa kita sebut sebagai confirmation bias, yaitu kecenderungan seseorang untuk mencari bukti-bukti yang sesuai dengan pendapat pribadi/kelompoknya, tanpa mencari bukti-bukti yang menegasikannya atau berlawanan. Intinya, fokus pemimpin lebih pada mencari informasi berdasarkan apa yang dia atau kelompoknya yakini benar dan cenderung menolak informasi yang bertentangan (Thomas Pettigrew, 1980, seorang Psikolog AS).

Keragaman yang kita miliki merupakan modal dasar untuk mewujudkan visi bangsa yang besar. Karena, keragaman mengandung banyak potensi yang dapat digunakan untuk mewujudkan tujuan bersama. Oleh karena itu, menjadi sebuah keharusan jika bangsa ini akan menjadi bangsa yang berdaulat, adil, makmur dan maju bersaing dengan negara lain. Namun kita akan kehilangan fokus jika masih disibukkan dengan urusan domestik yang remeh-temeh, bahkan konflik yang tidak jelas pangkal dan ujungnya. Polarisasi kelompok yang terjadi justru menjebak kita pada area: salah dan benar. Bias identitas membawa perbedaan ke jurang yang semakin dalam sehingga lupa pada soal-soal strategis yang harusnya menjadi tanggung jawab bersama untuk mengejar visi kebangsaan kita, yaitu terkait dengan kedaulatan, keadilan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat.

Apa yang kita inginkan?

Kita selalu memunculkan slogan-slogan baru pada saat memperingati hari-hari besar nasional, antara lain saat memperingati Harkitnas setiap tanggal 20 Mei. Peringatan ini merujuk pada berdirinya organisasi Budi Oetomo tahun 1908, sebagai embrio dari semangat pergerakan nasional, yang diisi oleh anak-anak muda yang cerdas dan punya mimpi memerdekakan Indonesia pada saat itu. Slogan-slogan yang dicanangkan pada setiap momentum Harkitnas bisa dirancang berisi tema-tema visioner yang berkelanjutan, dan tidak hanya sekedar nomenklatur-nomenklatur yang lewat begitu saja, dilupakan saat perayaannya lewat.

Presiden Joko Widodo pernah mengatakan bahwa berdasarkan sejumlah kalkulasi oleh Bapenas dan Bank Dunia, Indonesia akan menjadi satu dari lima negara dengan ekonomi terkuat di dunia pada tahun 2045. Untuk mencapainya, Presiden Jokowi menekankan pentingnya tetap menjaga persatuan Indonesia, mengingat penduduk Indonesia yang sangat besar yaitu sekitar 263 juta, dan tersebar di 17.000 lebih pulau yang terdiri dari 34 provinsi dan 514 kota/kabupaten, dengan kondisi masyarakatnya yang majemuk, terdiri dari 714 suku dengan 1.100 lebih bahasa lokal, dengan  mayoritas penduduknya menganut Islam, namun banyak juga penduduk yang beragama lain sehingga toleransi antar umat beragama mutlak diperlukan.

Terkait dengan isu lingkungan dan perdagangan internasional juga harus menjadi perhatian. Perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok  hanyalah puncak gunung es dari fase pencarian titik temu perekonomian global. Dan nampaknya, fase pertumbuhan global ke depan penuh dengan dinamika yang menantang. Perlu upaya yang sistematis dan berkelanjutan agar kita terbebas dari “perangkap negara berpenghasilan menengah”. 

Sebagai negara maritim, Indonesia juga harus mampu memposisikan diri dengan memiliki kekuatan maritim yang kuat termasuk kapal-kapal dagangnya, kapal-kapal perikanannya. Dalam pidatonya pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-9 East Asia Summit (EAS) tanggal 13 November 2014 di Nay Pyi Taw, Myanmar, Presiden Jokowi menegaskan bahwa Indonesia sebagai poros maritim dunia sehingga agenda pembangunan akan difokuskan pada 5 (lima) pilar utama, yaitu membangun kembali budaya maritim Indonesia, menjaga sumber daya laut dan menciptakan kedaulatan pangan laut dengan menempatkan nelayan pada pilar utama, memberi prioritas pada pembangunan infrastruktur dan konektivitas maritim dengan membangun tol laut, deep seaport, logistik, industri perkapalan, dan pariwisata maritim. Indonesia juga mengusulkan peningkatan kerja sama di bidang maritim dan upaya menangani sumber konflik, seperti pencurian ikan, pelanggaran kedaulatan, sengketa wilayah, perompakan, dan pencemaran laut dengan penekanan bahwa laut harus menyatukan berbagai bangsa dan negara dan bukan memisahkan, serta membangun kekuatan maritim sebagai bentuk tanggung jawab menjaga keselamatan pelayaran dan keamanan maritim.

Indonesia juga turut mengadopsi dan melaksanakan konsep Sustainable Development Goals (SDGs) sejalan dengan tujuan Pembangunan Berkelanjutan yang telah disepakati oleh 193 negara di Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tanggal 25 September 2015. SDGs menggambarkan agenda universal yang berlaku dan harus dilaksanakan oleh semua negara, berisi 17 tujuan dan 169 target yang diharapkan dapat dicapai pada tahun 2030. Beberapa tujuan utama SDGs di antaranya meliputi, kehidupan tanpa kemiskinan, hingga kesetaraan gender.

Berikut adalah isi 17 tujuan atau indikator SDGs:

  1. Tanpa kemiskinan (No poverty),
  2. Tanpa kelaparan (Zero hunger),
  3. Kehidupan sehat dan sejahtera (Good health and well-being),
  4. Pendidikan berkualitas (Quality education),
  5. Kesetaraan gender (Gender equality),
  6. Air bersih dan sanitasi layak (Clean water and sanitation),
  7. Energi bersih dan terjangkau (Affordable and clean energy),
  8. Pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi (Decent work and economic growth),
  9. Industri, inovasi dan infrastruktur (Industry, innovation, and infrastructure),
  10. Berkurangnya kesenjangan (Reduced inequalities),
  11. Kota dan komunitas berkelanjutan (Sustainable cities and communities),
  12. Konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab (Responsible consumption and production),
  13. Penanganan perubahan iklim (Climate action),
  14. Ekosistem laut (Life below water),
  15. Ekosistem daratan (Life on land),
  16. Perdamaian, keadilan dan kelembagaan yang tangguh (Peace, justice, and strong institutions),
  17. Kemitraan untuk mencapai tujuan (Partnerships for the goals).

Ibu Sri Mulyani, Menteri Keuangan, pernah menyampaikan pada suatu kesempatan, memimpikan Indonesia sebagai negara yang indah, dan juga bangsa yang besar, sebagaimana sudah dikenal mengenai penduduk Indonesia yang sangat baik hati, rajin dan ramah (people is so kind and nice). Menurut beliau, setidaknya ada enam syarat yang harus dipenuhi sebagai fondasi bagi Indonesia agar mampu menjadi negara maju sesuai Visi Indonesia 2045, yaitu:

  1. Pertama adalah infrastruktur yang layak untuk mendukung mobilitas dan mendukung pembangunan;
  2. Kedua, penguatan sumber daya manusia yang dipenuhi melalui Pendidikan, riset, program kesehatan, dan perlindungan sosial;
  3. Ketiga, penyediaan teknologi melalui pengayaan inovasi dan teknologi untuk menjawab tantangan industri;
  4. Keempat, perbaikan birokrasi pemerintah dengan pembenahan kualitas layanan dan efisiensi proses bisnis/kerja;
  5. Kelima adalah pengelolaan tata ruang wilayah yang baik dan didukung oleh sistem yang integratif;
  6. Keenam adalah sumber daya ekonomi dan keuangan yang dipenuhi melalui APBN sehat untuk mendukung kesuksesan target pada 2045.

Namun demikian, beliau mengatakan enam syarat ini bukan merupakan jaminan. Sebab, upaya mengantisipasi gejolak maupun ketidakpastian yang terjadi di lingkungan global dengan berbagai instrumen kebijakan juga sangat penting. Karena kita juga dihadapkan oleh dinamika fluktuasi, volatilitas, bahkan krisis yang terjadi di lingkungan global termasuk kondisi pandemic covid 19, mengingatkan kepada kita bahwa bangsa Indonesia tidak bekerja di lingkungan yang vakum.

Terkait dengan potensi Indonesia pada 2045, diprediksi menjadi ekonomi terbesar kelima di dunia dengan pendapatan per kapita sebesar US$ 23.199 dan usia produktif mencapai 47 persen dari jumlah penduduk. Prediksi tersebut tidak terjadi dengan sendirinya, dan momentum perbaikan tidak berjalan otomatis. Seluruh visi bisa menjadi kenyataan bila di setiap periode kita menggunakan sumber daya secara optimal untuk meng-address setiap isu fundamental yang muncul, dan mampu membuat perkiraan-perkiraan tantangan dan solusinya yang tepat ke depannya.

Kemudian, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pernah menyampaikan  ada tiga hal yang menjadi perhatian menghadapi Indonesia 2045, yaitu berbagai tantangan atau mega tren untuk mewujudkan kesejahteraan. Tantangan tersebut antara lain: perubahan iklim dan menipisnya sumber daya, perkembangan demografi (dan aging), urbanisasi, inovasi teknologi (digital) dan revolusi industri 4.0; dan kesempatan dan ketimpangan. Untuk itu, ada tiga pilar yang harus menjadi perhatian untuk dapat mengatasi tantangan tersebut, yaitu:

  1. Pertama, pembangunan manusia, ketahanan kesehatan, dan penguasaan teknologi;
  2. Kedua, pembangunan ekonomi yang berbasis kepada global value chain, peningkatan produktivitas, pengembangan blue economy, green economy dan circular economy yang mendorong pembangunan berkelanjutan secara inklusif;
  3. Ketiga, memperkuat ketahanan kohesi sosial dan tenun kebangsaan Indonesia.

Selanjutnya, pada Agustus 2018, Bapak Dino Pati Jalal selaku Ketua Indonesian Diaspora Network Global (IDN Global), pernah menginisiasi pertemuan pemuda dan pemudi dari 34 provinsi di Indonesia, bersama dengan organisasi Diaspora Indonesia, berkumpul dalam sebuah konferensi yang merancang visi Indonesia 2045. Visi ini adalah untuk melanjutkan Sumpah Pemuda 1928. Kalau Sumpah Pemuda ada 3 aspirasi yang ingin dicapai yaitu satu bangsa, satu bahasa, dan satu tanah air, itu sudah tercapai. Nanti pada usia 100 tahun, apa visi bagi generasi muda saat ini di masa yang akan datang. Berikut ini adalah 7 poin yang menjadi visi Indonesia 2045 yang diinginkan oleh generasi muda yang hadir pada saat itu, yatu:

  1. Demokrasi Indonesia yang berkualitas, yang didukung dengan pemilihan umum yang fair dan berintegritas.
  2. Supremasi hukum yang murni, konsisten, dan absolut. Hukum harus diterapkan tanpa pandang bulu dan bebas kepentingan politik.
  3. Emansipasi pendidikan bagi seluruh masyarakat. Di mana pun, setiap warga negara harus punya akses mendapatkan pendidikan yang berkualitas, menghasilkan manusia Indonesia yang berpikir kritis, kreatif, inovatif, dan berdaya saing global. 
  4. Akses layanan Kesehatan bagi seluruh masyarakat yang berkualitas tanpa melihat kondisi ekonomi dan geografis.
  5. Jadi bangsa entrepreneur.
  6. Jadi kekuatan maritim dunia, Indonesia harus punya kekuatan militer yang memadai untuk melindungi kepentingan nasional. Industri pertahanan maritim Indonesia juga harus mampu menjadi yang terdepan di Asia.
  7. Pengentasan kemiskinan, setidaknya, ada target untuk mengubah nasib masyarakat Indonesia yang berada di bawah garis kemiskinan. Tidak ada lagi anak Indonesia yang mengalami stunting, tidak ada lagi kerja paksa anak dan perbudakan modern, tidak ada lagi perkawinan usia anak, tidak ada Iagi buta huruf, tidak ada lagi kelaparan dan kurang gizi, tidak ada lagi desa tertinggal.

Share on whatsapp
WhatsApp
Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on linkedin
LinkedIn

Leave a Reply