Menyongsong 2045 Perlu Kepemimpinan Yang Berkelanjutan (Bagian Pertama)

Sebuah Diskursus Memperkuat Budaya Anti Kecurangan

Bagian Pertama :
Mimpi Indonesia

Pada tanggal 23 September 2021, IAFC kembali menyelenggarakan diskusi melalui zoom dan live di youtube channel IAFC, dalam sebuah webinar melibatkan tiga narasumber  yang terdiri dari para tokoh praktisi dan pemikir yang tidak diragukan lagi intelektual dan profesionalitasnya, yaitu:

  1. Bapak Dubes J. Sudrajat, Mayjen TNI Purn. Beliau memiliki exposure pengalaman yang sangat menarik untuk didengar dalam rangka  memberikan nilai bagi perjuangan IAFC ke depan, baik pengalaman dalam karir militernya, maupun saat penugasan di beberapa negara sebagai perwakilan dan duta besar RI.  Riwayat Pendidikan beliau adalah sebagai lulusan Akabri tahun 1971, pernah mengikuti Officer Basic Course Australia (1973), Pelatihan Promosi Perwira Komunikasi (1976), Pelatihan Komandan Kompi (1977), Officer Advance Course USA (1979), SESKOAD (Army General Staff College) (1989), meraih gelar Master in Public Administration dari Harvard University, USA (1993). Perjalanan karir beliau adalah Komandan Kompi Brigade Udara (1976), Pbu. Atase Pertahanan KBRI Washington (1980), Kepala Biro Amerika Departemen Pertahanan (1983), Sekretaris Penglima TNI (1983), Perwira Menengah Perencanaan Strategis Departemen Pertahanan (1988), Staff Pimpinan Perencanaan Strategis Departemen Pertahanan (1988), Atase Pertahanan KBRI London (1994), Atase Pertahanan KBRI Washington (1997), Kapuspen TNI (1999), Staf Ahli Panglima TNI (2000), Dirjen Strategi Pertahanan Departemen Pertahanan (February 1, 2001), Duta Besar untuk China & Mongolia {2005), Wakil Ketua LIC (Lembaga Kerjasama Ekonomi Sosial Budaya Indonesia – China) (2012) dan saat ini menjabat sebagai Ketua Umum LIC.
  2. Profesor Tjipta Lesmana, Guru Besar di Universitas  Pelita Harapan, dengan latar belakang Pendidikan ilmu komunikasi dari Perguruan Tinggi Publisistik (IISIP) pada tahun 1970-an,  kemudian menjadi sarjana muda jurusan hukum pada tahun 1976 di Universitas Katolik Atma Jaya. Pada tahun 1977,  meraih gelar magister bidang studi komunikasi di Universitas of Chicago.  Beliau berhasil lulus dengan menyandang gelar doktor di bidang komunikasi di Universitas Indonesia, salah satu penulis yang produktif di media cetak dan buku, dan pernah menjabat sebagai Staf Ahli Kementerian Pertahanan ketika Menhan Ryamizard Ryacudu.
  3. Dr. Robertus Robet, seorang tokoh muda Doktor di bidang sosiologi,  pengajar di Universitas Negeri Jakarta. Beliau juga sebagai International Visiting Scholars (Pengajar Tamu) di Melbourne university , dan salah satu Pendiri Amnesti International.

Diskusi dimoderatori oleh Indri Ishanders, member dari IAFC, yang mendalami tentang ilmu human capital dan project management.

Peserta diskusi juga dihadiri tamu undangan yang tidak kalah penting, antara lain Professor Bungaran Saragih, Mantan Menteri Pertanian pada Kabinet Gotong Royong; Dr. Ir. Azwar Abu Bakar,MM, Mantan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Indonesia tahun 2011 – 2014, beliau juga mantan Gubernur Aceh 2004-2005; Marsekal TNI (Purn) Imam Sufaat, Kasau 2009-2012 ; Marsekal Madya TNI Purn Kisenda, Mantan Kabais TNI  (2017-2020); Laksamana Muda TNI Soleman B Ponto, Mantan Kabais TNI; Irjen Pol Drs. Endro Agung Partoyo M Eng. Sc, Pati Lemhanas, Laksamana Muda TNI (Purn) Agung Pramono, Tenaga Profesional Bidang Hubungan International Lemhanas;, Laksda TNI (Purn) Dadang Irawan MA, Mantan Staf Ahli Kemenko Polhukam (Ketua Pembina IAFC). Kemudian ada mantan Dirut PLN Enjiniring, Bapak Hernadi Buhron, Komut di BUMN pada PT Dok dan Perkapalan Koja Bahari Laksda TNI Purn Dr Halomoan Sipahutar Msc, Bapak Toto Suharto, mantan Senior Bankir di BNI dan Bank NTB, dan Mantan Direktur Utama PT XL Axiata Tbk Bapak Hasnul Suhaimi. Dan juga, your excellency, Dubes Albert Matondang, dan Dubes Deddy Saiful Hadi.

Selanjutnya adalah para anggota IAFC yang terdiri dari berbagai latar belakang pengalaman di bidang militer, kepolisian, diplomat, hukum, sumber daya manusia, teknologi informasi, dunia usaha dan lain-lain, dengan kepeduliannya yang tinggi terhadap implementasi budaya anti kecurangan di Indonesia.  

‘’Jika Anda berhenti bermimpi, maka Anda berhenti untuk hidup’’

(when you cease to dream, you cease to live)

-Malcolm Forbes

Mengutip quote dari Malcom Forbes tersebut, maka Indonesia sebagai sebuah negara, kumpulan berbagai suku bangsa yang membentuk sebuah nation-state Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), pasti memiliki tujuan atau mimpi, yang diawali dengan tujuan bersama untuk memerdekakan diri dari penjajahan. Dan ini berhasil diperjuangkan oleh para pejuang dan pendiri bangsa, melalui pengorbanan harta, nyawa dan mencurahkan seluruh kemampuan intelektual tokoh-tokohnya, berhasil memproklamasikan Indonesia sebagai sebuah negara, tepatnya pada tanggal 17 Agustus 1945.

Dasar-dasar pemikiran landasan dan tujuan berdirinya NKRI, tertuang di dalam konstitusi yang kita kenal dengan Undang-Undang Dasar 1945. Di sinilah dapat kita gali kembali, apa mimpi Indonesia ke depan, karena perjalanan Indonesia tidak hanya sampai dengan kemerdekaan semata, namun sampai dengan generasi-generasi selanjutnya tanpa henti, dan bagaimana wajah Indonesia nanti tepatnya pada usia emas di 100 tahun pertama pada 2045, tentunya menarik untuk menjadi bahan diskusi. 

Dasar Konstitusi: Mimpi menjadi Bangsa yang Merdeka, Bersatu, Berdaulat, Adil, dan Makmur

Undang-Undang Dasar 1945 (disingkat: UUD 1945) merupakan landasan konstitusional bangsa Indonesia, berlaku sebagai sumber hukum tertinggi di Indonesia. Perjalanan UUD 1945 itu sendiri, yaitu sejak disahkan sebagai Undang-undang Dasar pada 18 Agustus 1945 oleh PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) yang di dalamnya terdapat rumusan Pancasila sebagai Dasar Negara kita, dapat ditarik garis waktu kebelakang, sebagai berikut:

1. Periode berlakunya UUD 1945 (18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949)

Pada 1945-1950, UUD 1945 tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya, karena Indonesia disibukkan dengan perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Maklumat Wakil Presiden Nomor X, pada 16 Oktober 1945 memutuskan bahwa kekuasaan legislatif diserahkan kepada Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), karena MPR dan DPR belum terbentuk. Pada 14 November 1945, dibentuk Kabinet Semi-Presidensial (Semi Parlementer) yang pertama, sehingga peristiwa ini merupakan perubahan pertama dari sistem pemerintahan Indonesia terhadap UUD 1945.

2. Periode Berlakunya Konstitusi RIS 1949 (27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950)

Pada masa ini, sistem pemerintahan Indonesia adalah parlementer. Bentuk pemerintahan dan bentuk negaranya federasi yaitu negara yang di dalamnya terdiri dari negara-negara, yang masing-masing memiliki kedaulatan sendiri untuk mengurus urusan dalam negerinya. Hal ini merupakan perubahan UUD 1945 yang mengamanatkan bahwa Indonesia adalah Negara Kesatuan.

3. Periode UUDS 1950 (17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959)

Pada periode UUDS 1950, diberlakukan sistem Demokrasi Parlementer yang sering disebut Demokrasi Liberal. Pada periode ini kabinet silih berganti, akibatnya pembangunan tidak berjalan lancar, masing-masing partai lebih memperhatikan kepentingan partai atau golongannya. Rakyat Indonesia kemudian sadar bahwa UUDS 1950 dengan sistem Demokrasi Liberal tidak cocok bagi Indonesia.

4. Periode Kembalinya ke UUD 1945 (5 Juli 1959 – 1966)

Pada Sidang Konstituante 1959, banyak kepentingan partai politik sehingga gagal menghasilkan UUD baru. Maka pada 5 Juli 1959, Presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang salah satu isinya, memberlakukan kembali UUD 1945 sebagai undang-undang dasar, menggantikan Undang-undang Dasar Sementara 1950. Namun dalam pelaksanaannya terdapat  penyimpangan UUD 1945, di antaranya :

  1. Presiden mengangkat Ketua dan Wakil Ketua MPR/DPR dan MA serta wakil ketua DPA menjadi Menteri Negara;
  2. MPRS menetapkan Sukarno sebagai presiden seumur hidup.

5. Periode UUD 1945 Masa Orde Baru (11 Maret 1966 – 21 Mei 1998)

Pada masa Orde Baru (1966-1998), Pemerintah menyatakan akan menjalankan UUD 1945 dan Pancasila secara murni dan konsekuen. Pada masa ini, UUD 1945 menjadi konstitusi yang sangat sakral, di antaranya melalui sejumlah peraturan perundang-undangan sebagai berikut:

  • Ketetapan MPR Nomor I/MPR/1983 yang menyatakan bahwa MPR berketetapan untuk mempertahankan UUD 1945, tidak berkehendak akan melakukan perubahan terhadapnya;
  • Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1983 tentang Referendum yang antara lain menyatakan bahwa bila MPR berkehendak mengubah UUD 1945, terlebih dahulu harus minta pendapat rakyat melalui referendum;
  • Undang-undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang Referendum, yang merupakan pelaksanaan Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1983.

6. Periode Perubahan UUD 1945 (masa reformasi 21 Mei 1998 – sekarang)

Pada masa reformasi, UUD 1945 tidak lagi dianggap sakral, sehingga dilakukan beberapa kali perubahan yang bertujuan untuk menyempurnakan aturan dasar seperti tatanan negara, kedaulatan rakyat, hak asasi manusia, pembagian kekuasaan, eksistensi negara demokrasi dan negara hukum, dengan beberapa kesepakatan yaitu tidak akan mengubah pembukaan UUD 1945, tetap mempertahankan susunan kenegaraan kesatuan, serta mempertegas sistem pemerintahan presidensial.

Dalam kurun waktu 1999-2002, UUD 1945 mengalami 4 kali amandemen yang ditetapkan dalam Sidang Umum dan Sidang Tahunan MPR :

  1. Sidang Umum MPR 1999, 14-21 Oktober 1999 = Perubahan Pertama (mengubah 9 pasal);
  2. Sidang Tahunan MPR 2000, 7-18 Agustus 2002 = Perubahan Kedua (mengubah 10 pasal);
  3. Sidang Tahunan MPR 2001, 1-9 November 2001 = Perubahan Ketiga (mengubah 10 pasal);
  4. Sidang Tahunan MPR 2002, 1-11 Agustus 2002 = Perubahan keempat (mengubah 12 pasal dan 3 pasal aturan peralihan serta 2 pasal aturan tambahan).

Berdasarkan  perjalanan UUD 1945 serta perubahannya, terdapat bagian yang terus hidup sebagai nilai-nilai bangsa ini yang bisa kita sebut sebagai cultural goal bangsa kita, yang dengan sangat baik berhasil dirumuskan oleh para founding fathers kita.  Di dalam Pembukaan UUD 1945, kita dapat memahami alasan keberadaan (raison d’être) dari bangsa dan negara Indonesia yang merdeka, yaitu sebagai sebuah negara persatuan yang terdiri dari berbagai suku bangsa (nation-state), untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyatnya, melalui cara demokrasi kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan dengan berlandaskan kepada nilai-nilai Ketuhanan dan kemanusiaan yang adil dan beradab.

Tujuan menjadi bangsa yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur merupakan cerminan nilai-nilai Pancasila sebagai dasar Negara. Kemerdekaan berarti menempatkan semua orang sama kedudukannya, baik di hadapan Tuhan maupun kemanusiaan, dalam bingkai persatuan dari keberagaman suku dan budaya, untuk bersama-sama mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Tujuan ini dicapai melalui upaya-upaya negara dengan (1) melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, (2) memajukan kesejahteraan umum, (3) mencerdaskan kehidupan bangsa, dan (4) ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial dalam upaya terwujudnya negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.

Di dalam mengupayakan kesejahteraan rakyatnya, maka mengacu pada pasal 33 UUD 1945 menjadi dasar sistem perekonomian nasional serta pengelolaan sumber daya alam, dengan pokok-pokok: (1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan, (2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara, (3) Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, (4) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

Saya tidak bisa membayangkan jika terhadap substansi rumusan pembukaan UUD 1945 juga dilakukan perubahan, maka perubahan seperti apa yang bisa merubah tujuan NKRI. Ini bisa terjadi hanya jika telah terjadi pergeseran nilai-nilai kebudayaan bangsa ini, yang tidak lagi dapat mempertahankan keotentikannya sebagai sebuah kumpulan suku-suku bangsa yang besar. Tujuan Bersama yang dengan susah payah disatukan oleh para pendiri bangsa, tokoh-tokoh dari berbagai daerah dan suku bangsa, yang telah berikrar menjadi satu tanah air, satu bangsa dan satu bahasa Indonesia, pada Sumpah Pemuda 1928. Satu-satunya cara untuk mempertahankan eksistensi tujuan bersama yang tertuang di dalam pembukaan UUD 1945 adalah dengan mewujudkannya, melalui kepemimpinan yang berkelanjutan di dalam merancang detail rencana dan cara-cara terpercaya untuk pencapaian tujuan bersama tersebut, kepemimpinan yang tidak terkooptasi oleh kepentingan-kepentingan subyektif dan sesaat kelompoknya, yang justru menimbulkan rasa tidak percaya (distrust) bagi generasi-generasi berikutnya terhadap kepemimpinan generasi sebelumnya. 

Share on whatsapp
WhatsApp
Share on facebook
Facebook
Share on twitter
Twitter
Share on linkedin
LinkedIn

Leave a Reply